Angka Kematian Balita di Bojonegoro dan Peta Sebarannya
Admin, Published at 2020-11-27
Sumber: Data diolah dari Profil Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, 2019
Bojonegoro - Menyikapi Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Bojonegoro yang masih sangat rendah dibanding kabupaten dan kota di Jawa Timur, peneliti Poverty Resource Center Initiative (PRCI), Asri Kacung mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan AHH Kabupaten Bojonegoro masih sangat rendah. Ia menyebut, diantaranya karena tingkat kematian bayi dan ibu di daerah penghasil Migas ini masih cukup tinggi. Bahkan untuk Angka Kematian Ibu (AKI) Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 masuk tertinggi No. 2 di Jawa Timur.
Sebagai informasi saja, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, nilai Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 sekitar 71,36 tahun, menempati peringkat ke-24 dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur.
"Tingkat kematian bayi sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya Angka Harapan Hidup (AHH) daerah tersebut," kata Asri, panggilan akrabnya.
Asri pun menjelaskan, bahwa sepanjang tahun 2019, tercatat ada 167 kasus angka kematian balita di Bojonegoro. Jumlah kasus kematian balita tertinggi berada di Kecamatan Baureno, sebanyak 16 kasus. Diurutan berikutnya Kecamatan Dander, sekitar 15 kasus, Kecamatan Sumberejo sebanyak 13 kasus, di Kecamatan Kalitidu sebanyak 10 kasus dan lainnya tersebar di seluruh kecamatan di Bojonegoro. Dari data yg dilaporkan, hanya Kecamatan Ngambon yang angka kasusnya Nol, alias tidak ada kasus kematian balita.
“Jumlah kematian balita yang masih tinggi merupakan indikasi belum maksimalnya pelayanan kesehatan ibu hamil dan balita. Bisa juga karena jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga kesehata masih terbatas dan belum merata, juga akses yang masih sulit dijangkau,” ujarnya.
Ia menambahkan, data UNICEF menunjukkan, Pneumonia, penyakit bawaan, dan diare adalah penyebab kematian utama pada anak usia dini. Hanya saja tiga jenis penyakit ini sebenarnya sangat bisa dicegah.
Menurut Asri, balita adalah masa depan generasi. Menjaganya berarti akan menjaga keberlangsungan sebuah generasi. Karenanya, pria yang kini sedang menempuh Doktoral bidang kesehatan di Kaohsiung Medical University, Taiwan ini pun berharap agar Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bojonegoro mengoptimalkan strategi intervensi spesifik dan sensitif untuk menekan angka kematian balita di daerah.
Ia menjelaskan, yang dia maksud intervensi spesifik adalah bentuk-bentuk intervensi atau program yang langsung berkaitan dengan persoalan kematian balita, diantaranya meningkatkan kegiatan surveilan dan monitoring yang komprehensif kesehatan ibu dan balita, pemberian suplemen gizi pada ibu hamil dan balita, pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil kurang energi kronis (KEK), edukasi pengasuhan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK). “Kasus berat badan bayi rendah dan prematur itu kalau fasilitas dan intervensi kesehatan memadai bisa selamat. Misal, fasilitas Neonatal Internsive Care Unit (NICU) bagus, tenaga kesehatan ada. Kita pun tidak bisa bilang perempuan tidak boleh hamil karena punya penyakit penyerta”.
Adapun intervensi sensitif menurut pria asal Kecamatan Ngasem ini, merupakan upaya mengatasi kasus kematian balita secara tidak langsung. Asri pun mencontohkan, diantaranya peningkatan pelayanan kesehatan, seperti Posyandu Balita, penguatan dan optimalisasi peran kader kesehatan di desa-desa untuk meningkatkan promosi kesehatan ibu hamil dan balita, pemenuhan nutrisi yang baik serta edukasi kesehatan buat para suami ataupun pasangan yang akan menikah, sehingga ketika hamil dan punya anak bisa dimonitor kesehatan bayinya dan juga dapat mencegah gizi buruk saat anak dilahirkan.
“Dengan capaian 98 persen Universal Health Coverage (UHC) saat ini, maka kedepan semestinya Angka Harapan Hidup (AHH) dan Indeks Kesehatan Kabupaten Bojonegoro bisa naik signifikan, warga yang memiliki kondisi kesehatan optimal diatas 90 persen”.
Senada, pegiat Suara Perempuan Penggerak Komunitas (SPEaK), Anis Umi menambahkan bahwa untuk mengatasi persoalan angka kematian ibu dan balita di Kabupaten Bojonegoro diperlukan sinergitas multipihak. Tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, organisasi masyarakat sipil dan komunitas perempuan, forum anak dan lain-lain perlu dilibatkan. “Kematian ibu hamil dan balita adalah permasalahan yang sangat kompleks, multi-sektoral, sehingga dalam penanganannya harus multidimensi dan multipihak,” ujar Anis Umi.