Angkatan Kerja Melimpah, Angka Pengangguran di Bojonegoro Tembus 37 Ribu Orang
Admin, Published at 2021-02-15
Sumber: Photo By Ravi Bakhtiar
Bojonegoro - Penduduk usia kerja di Kabupaten Bojonegoro dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak. Kondisi ini perlu mendapat atensi semua pihak, terutama para pemangku kebijakan di daerah. Karena dengan jumlah penduduk usia kerja yang terus meningkat, ini mengindikasikan jika kabupaten yang terkenal dengan sebutan "Kota Ledre" ini sebenarnya memiliki potensi ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar. Sehingga diperlukan penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak serta peningkatan kualitas sumber daya manusia agar bisa berdampak pada penyerapan tenaga kerja secara maksimal.
Dan sebaliknya, jika peningkatan jumlah penduduk usia kerja ini tidak dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja secara maksimal, maka otomatis akan menimbulkan penumpukan jumlah pengangguran di daerah.
Menurut laporan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Per Agustus – Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2019 sebanyak 990 ribu orang, meningkat dibanding tahun sebelumnya, yang baru sebanyak 985 ribu orang.
Penduduk usia kerja ini kemudian dibagi dalam kategori ‘Angkatan Kerja’ dan ‘Bukan Angkatan Kerja’. Menurut pengertiannya, Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi dan terbagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu: Bekerja dan Penganggur. Sedangkan Bukan Angkatan Kerja merupakan penduduk usia kerja yang memiliki kegiatan utama, yakni sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.
Pada tahun 2017, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bojonegoro sudah mencapai sebanyak 691 ribu orang. Tahun 2018 jumlah angkatan kerja jadi sebanyak 661 ribu orang dan di tahun 2019 sebanyak 705 ribu orang. Kemudian pada tahun 2020 jumlah angkatan kerja bertambah jadi sebanyak 752 ribu orang. Jika dilihat dari kelompok usia, jumlah angkatan kerja usia muda cukup potensial. Hal ini bisa menjadi modal utama pembangunan, berupa tenaga kerja usia produktif yang tersedia cukup besar di daerah.
Angkatan kerja menurut kegiatan utamanya dibagi dalam kelompok 'bekerja' dan 'penganggur', sebagaimana sempat disinggung di bagian awal. Pada tahun 2019, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bojonegoro yang 'bekerja' sekitar 679 ribu orang. Angka ini meningkat jika dibanding tahun sebelumnya, yang hanya sekitar 633 ribu orang.
Adapun jenis lapangan pekerjaan utama yang berkontribusi paling besar dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bojonegoro hingga saat ini masih 'dipegang' sektor pertanian. Kemudian sektor industri diurutan kedua dan berikut sektor jasa diurutan ketiga.
Meskipun kontribusi sektor pertanian paling besar dalam penyerapan tenaga kerja, namun untuk kesejahteraan penduduk yang bekerja di sektor pertanian ini masih jadi 'PR' pembangunan perekonomian hingga saat ini. Potret kesejahteraan penduduk Kabupaten Bojonegoro yang bekerja di sektor pertanian ini sebagian sempat diulas dalam artikel sebelumnya (baca di sini).
Nilai rata-rata upah/gaji bersih buruh/karyawan di Kabupaten Bojonegoro pun mengalami peningkatan setiap tahun. Walaupun begitu, masih ada kesenjangan antara nilai rata-rata upah/gaji bersih buruh/karyawan laki-laki dan perempuan selama ini.
Adanya kesenjangan antara nilai rata-rata upah/gaji bersih buruh/karyawan laki-laki dan perempuan ini pun memantik respon pegiat SPEaK (Suara Perempuan Penggerak Komunitas) Bojonegoro, Lilis Aprilliati. Menurut Lilis, panggilan akrabnya, kesenjangan gender dalam ketenagakerjaan ini perlu mendapat atensi para pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan di daerah.
“Agar tingkat kesenjangan bisa ditekan, dibutuhkan upaya dan langkah-langkah afirmatif untuk buruh/karyawan perempuan ini. Seperti penjaminan hak kesetaraan gender. Perlunya sosialisasi dan edukasi tentang kesetaraan gender di kalangan pelaku usaha atau private sector," ungkapnya.
Selain itu, adanya ketidaksetaraan gender dalam rata-rata upah/gaji ini bisa jadi karena angkatan kerja perempuan banyak yang bekerja di sektor informal. Mereka mengambil jenis pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah daripada pria yang melakukan pekerjaan yang sama. Dengan demikian diperlukan adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi angkatan kerja perempuan di daerah. Termasuk dimungkinkan perlunya peningkatan kemampuan investasi bagi angkatan kerja perempuan ataupun bentuk-bentuk peningkatan kapasitas lainnya.
Angkatan Kerja Melimpah, Lapangan Kerja Minim, Pengangguran di Bojonegoro Pun Meningkat
Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bojonegoro setiap tahun terus meningkat. Sepanjang tahun 2017-2020, penambahan jumlah angkatan kerja baru di Bojonegoro mencapai 61.365 orang. Mayoritas angkatan kerja usia muda. Tentu saja ini jadi modal pembangunan yang sangat berharga.
Namun permasalahan pun muncul, karena peningkatan jumlah angkatan kerja baru ini tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja secara maksimal. Faktor penyebabnya pun beragam, diantaranya lapangan kerja terbatas, kapasitas dan keterampilan angkatan kerja belum sesuai dengan kebutuhan bursa kerja saat ini. Alhasil, jumlah angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan alias menganggur pun meningkat hingga mencapai 37 ribu orang di tahun 2020 (Per Agustus 2020).
“Jika jumlah angkatan kerja terus meningkat, sementara tingkat penyerapan angkatan kerja rendah, maka otomatis pengangguran terbuka akan meningkat. Tidak ada penghasilan, daya beli jadi turun. Dampaknya tingkat kesejahteraan masyarakat jadi menurun, dan tingkat kemiskinan pasti bakal meningkat,” kata Aw Syaiful Huda, peneliti Poverty Resource Center Initiative (PRCI).
Menurut Awe, panggilan akrabnya, peningkatan jumlah pengangguran tidak hanya disebabkan jumlah lapangan kerja yang terbatas, namun bisa juga karena kualitas pendidikan, kesehatan, serta keterampilan angkatan kerja yang mungkin saja belum sesuai dengan kebutuhan bursa kerja saat ini.
Oleh karenanya, persoalan peningkatan angkatan kerja dan jumlah pengangguran di Bojonegoro ini perlu mendapat mendapat perhatian serius para pihak, baik dari pemerintah daerah dan nasional, lembaga pendidikan, seperti lembaga sekolah, perguruan tinggi maupun lembaga pelatihan kerja. Selain itu, para pelaku usaha (private sector) dan organisasi masyarakat sipil yang concern di bidang ini juga perlu dilibatkan. Keterlibatan para pihak ini sangat penting, karena tingkat kompleksitas permasalahan angkatan kerja dan pengangguran ini. Adanya keterkaitan antara satu dimensi dengan dimensi lainnya.
Para pihak ini perlu duduk bersama, membahas dan merumuskan peta jalan atau rencana aksi pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan di daerah. Seperti penguatan sumber daya manusia lokal melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan keterampilan, baik soft skill maupun hard skill, sehingga angkatan kerja Kabupaten Bojonegoro lebih kompetitif, memiliki karakter yang tangguh, pengetahuan yang luas serta keterampilan sebagaimana yang dibutuhkan dalam pasar kerja saat ini.
Selain itu, diperlukan kebijakan optimalisasi potensi lokal (local content), memperbanyak program padat karya. Dan juga termasuk perlunya stimulasi penciptaan lapangan kerja di daerah melalui penguatan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan sektor lainnya.
“Terlebih saat ini masih pandemi Covid-19, banyak perusahaan ataupun pelaku usaha yang tidak membuka lowongan pekerjaan. Padahal jumlah angkatan kerja terus meningkat,” tambah Tulus Adarrma, yang juga peneliti PRCI.
Menurut Tulus, panggilan akrabnya, sektor UMKM perlu digalakkan dengan lebih serius agar bisa menumbuhkan dan memperluas lapangan kerja di daerah. Karena seringkali sektor UMKM ini terkadang hanya manis dalam angka-angka, seperti data UMKM yang cukup banyak. Namun bisa jadi yang benar-benar aktif hanya sebagian kecil saja. Yang jadi kendala sektor UMKM ini sulit berkembang, diantaranya karena keterbatasan sumber daya manusia, inovasi dan teknologi, permodalan, bahan baku yang sulit terjangkau, serta jaringan atau akses pasar dan lain sebagainya.