Disperta Disarankan Bangun Sistem Informasi Distribusi Pupuk 'Realtime'

Admin, Published at 2020-11-02

Sumber: Ilustrasi dari Freepik.com

Bojonegoro – Dari tahun ke tahun permasalahan distribusi pupuk bersubsidi selalu saja muncul. Meskipun sudah berganti-ganti presiden dan menteri pertanian berkali-kali. Dan belakangan ini permasalahan distribusi pupuk bersubsidi mencuat kembali, paska ada kebijakan Kementrian Pertanian (Kementan) yang baru, terkait mekanisme distribusi pupuk bersubsidi melalui Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK). Alih-alih mempermudah dan mengurangi beban petani, justru lagi-lagi para petani dibuat tidak berdaya karena sulitnya mereka mendapatkan pupuk bersubsidi. Meski Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro mengatakan persediaan pupuk bersubsidi masih aman hingga akhir 2020, tapi pada prakteknya petani tetap kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi di pengecer atau kios.

Menanggapi permasalahan ini, peneliti Poverty Resource Center Initiative (PRCI), Aw Syaiful Huda, mengusulkan agar Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro mengembangkan sistem informasi distribusi pupuk secara realtime. Menurutnya, ini bisa jadi terobosan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, terutama berkaitan dengan pemberian kemudahan pelayanan informasi distribusi pupuk yang akhir-akhir ini banyak dikeluhkan para petani.

Awe, panggilan akrabnya, menjelaskan para petani akhir-akhir ini banyak mengeluh terkait kelangkaan pupuk bersubsidi di kios-kios. Awe mengaku pernah melakukan asesmen. Ia juga menjumpai banyak keluhan petani yang disampaikan melalui kanal pengaduan Lapor.go.id milik Pemkab Bojonegoro, serta banyak keluhan yang berseliweran di media sosial, seperti Facebook. 

Bahkan karena sangat sulitnya mencari pupuk bersubsidi, para petani pun terpaksa ada yang membeli pupuk yang selama ini mereka pakai dengan harga sangat mahal. “Ada petani yang mengaku beli pupuk Urea dengan harga hampir tiga kali lipat dari harga biasanya”.

Melihat perkembangan teknologi informasi saat ini dan kebutuhan para petani terkait akses informasi ketersediaan pupuk bersubsidi, maka menurut Awe, pengembangan sistem informasi distribusi pupuk bisa jadi salah satu terobosan Dinas Pertanian untuk menjawab kebutuhan layanan informasi ketersediaan pupuk bersubsidi maupun non-subsidi di Kabupaten Bojonegoro. 

“Pada era saat ini, banyak petani atau minimal pengurus kelompok tani yang sudah familiar dengan Smartphone ataupun internet. Nantinya mereka bisa tracking, melacak pupuk bersubsidi maupun non-subsidi masih tersedia di agen distributor atau kios mana saja, beserta harganya,” jelas Awe.

Dengan adanya sistem informasi distribusi pupuk realtime tersebut, publik bisa ikut mengawal, begitu pula para petani ataupun pengurus kelompok tani di Bojonegoro bisa mengetahui dan melakukan tracking (pelacakan) ketersediaan pupuk di daerah, termasuk jumlah pupuk bersubsidi yang masih tersedia di masing-masing agen distributor maupun masing-masing kios pupuk bersubsidi yang ada di daerah Kabupaten Bojonegoro.

“Cukup dengan mengakses sistem tersebut, kelompok tani bisa tahu di agen atau kios mana saja pupuk bersubsidi atau non subsidi masih tersedia. Termasuk harga yang non-subsidi. Dan publik pun bisa berpartisipasi mengawal. Dengan sistem ini pun praktek-praktek tidak baik bisa diantisipasi. Misalnya pupuk bersubsidi sebenarnya masih tersedia, tapi dikatakan lagi kosong,” terang Awe.

Selain mengembangkan sistem keterbukaan informasi distribusi pupuk secara realtime, Awe juga sangat berharap agar Dinas Pertanian mulai mengoptimalkan pertanian berkelanjutan dengan mendorong para petani di daerah untuk mengolah dan memanfaatkan pupuk organik dari limbah peternakan. “Pertanian dan peternakan ini dua sektor yang sebenarnya bisa diintegrasikan. Limbah pertanian bisa diolah jadi pakan ternak, dan limbah peternakan bisa diolah jadi bahan pupuk organik untuk tanaman pertanian”.

Awe pun menjelaskan, pemanfaatan limbah peternakan untuk pupuk organik bisa membantu para petani untuk mengurangi biaya produksi, terutama biaya pembelian pupuk kimia selama ini.

“Ini memang proyek jangka panjang. Perlu ada edukasi yang masif, pendampingan secara intens. Bahkan jika perlu, ada pemberian insentif bagi kelompok tani yang mampu mendorong anggota kelompoknya memanfaatkan limbah peternakan untuk pupuk organik di lahan pertaniannya atau kelompok tani yang anggotanya mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia," pungkas Awe.

Share Link: