Kampus Bebas Terbuka di Bojonegoro, Wadah Mengasah Logika Berpikir
Admin, Published at 2021-10-13
Sumber: Photo By Aw Syaiful Huda, dkk.
Bojonegoro (beritajatim.com) – Sudah lima kali pertemuan dalam lima minggu terakhir ini sejumlah kelompok aktivis di Kabupaten Bojonegoro menggelar diskusi. Proses belajar untuk mengolah logika berpikir yang bertajuk Kampus Bebas Terbuka itu digelar sepekan sekali dan bebas dikuti oleh siapa saja yang memiliki semangat bersama untuk terus belajar.
Rektor Kultural Kampus Bebas Terbuka, AW Saiful Huda menjelaskan, Kampus Bebas Terbuka memang terbuka untuk siapa saja dan dari latar belakang apa saja. Sebab, tujuan utama dari diadakannya kampus tersebut, untuk menanamkan semangat belajar bagi siapapun. “Setiap pertemuan akan membahas tema yang berbeda sesuai kesepakatan para peserta,” ujarnya, Selasa (12/10/2021).
Kampus Terbuka diharap mampu menjadi ruang godok intelektualitas masyarakat Bojonegoro yang menjadi tempat bagi para pendidik dan pembelajar dari berbagai latar belakang keahlian untuk mengaktualisasikan diri. “Kampus Bebas Terbuka adalah simbol betapa belajar tak pernah menemui titik usai. Sekaligus tak boleh menemui titik selesai,” tambah Direktur Operasional Kampus Bebas Terbuka Malik Mulki.
Dalam pertemuan Kampus Bebas Terbuka kali pertama dilakukan di Warung Kopi Tambangan 1 Jetak, pada (4/8/2021) dengan mengambil tema etika lingkungan yang ditelaah dari berbagai sudut pandang. Kelas kedua, tentang Jurnalisme Lingkungan, kemudian #daruratiklim, Penguatan Jejaring Sosial dan Marketing Lingkungan, #bulanhujan, tentang kebencanaan dan tata ruang.
Pada Kampus Bebas Terbuka terakhir pada Sabtu 9 Oktober 2021 dengan tema City Branding, Upaya Mencari Identitas Bojonegoro. “Untuk sabtu depan tema diskusi masih tentang City Branding dari perspektif sejarah Kabupaten Bojonegoro,” lanjut Radinal Ramadhana yang juga merupakan salah satu pengelola Kampus Bebas Terbuka.
Dalam pertemuan yang terakhir di Kedai Kopi Mbah Yi, ada banyak perspektif dalam upaya menentukan identitas sebuah daerah. Branding daerah bisa muncul dari cerita dan gambaran visual yang diciptakan terus menerus. Dalam membangun branding setidaknya ada tiga hal yang harus dituju, pertama meningkatkan ekonomi masyarakat dari berbagai sektor, menciptakan kota sehat melalui sustainable communities dan ketiga berkontribusi terhadap upaya perubahan iklim global.
“Ketika ingin memulai membangun identitas daerah harus memulai dengan menentukan tujuan-tujuan tersebut. Objektif yang relevan dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki,” ungkap Malik dalam pembuka diskusi.
Namun, peserta kelas yang lain, Nurcholis menilai bahwa upaya membangun branding kota sering kaitannya dengan pemimpin politik daerah yang berkuasa. Sehingga, branding yang sudah dibangun oleh pemimpin terdahulunya akan diubah oleh pemimpin baru. “Persoalan yang sering terjadi ketika berganti kepemimpinan maka akan ada branding baru yang diciptakan,” ungkapnya.
Wakil Ketua DPRD Bojonegoro Sukur Priyanto yang turut hadir dalam diskusi Kampus Terbuka mengungkapkan, seharusnya dengan nilai APBD yang besar Kabupaten Bojonegoro bisa fokus dalam membranding daerah. “Entah Bojonegoro ini akan menjadi kota pendidikan, kebudayaan, produk UMKM, atau yang lain, akan bisa terwujud dengan nilai APBD yang besar,” terangnya.
Diskusi Kelas Kampus Bebas Terbuka cukup aktif. Sekitar 20 peserta yang hadir dari para aktivis, mahasiswa, pecinta lingkungan, dan berbagai latar belakang pendidikan, itu cukup banyak mengaktualisasikan diri melalui pemikiran-pemikirannya. Hingga diskusi yang digelar dari pukul 11.00 WIB tak terasa berjalan hingga kurang lebih empat jam. Kemudian kelas ditutup untuk menentukan tema yang akan dibahas dalam pertemuan sabtu depan. [lus]
*Penulis: Tulus Adarrma (sumber: beritajatim.com)