Keterlibatan Perempuan, Kunci Utama Atasi Kesenjangan Gender di Bojonegoro

Admin, Published at 2021-12-29

Sumber: Photo By Joko R.

Bojonegoro  – Bojonegoro Institute bersama IDEA melalui Program SPEAK (Strengthening Public Services through the Empowerment of Women-Led Advocacy and Social Audit Networks) dengan dukungan pendanaan dari Uni Eropa dan Hivos, menyelenggarakan diskusi dengan tema “Penguatan Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Bojonegoro” di Ranah Café Bojonegoro, pada Rabu siang (29/12).

Kegiatan yang diselenggarakan dengan tujuan mendorong peningkatan pelayanan publik ini, melibatkan beberapa perwakilan komunitas di Bojonegoro, seperti Suara Perempuan Penggerak Komunitas, PRCi (Poverty Resource Center Initiative) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro. 

Anis Umi Khoirotunnisa, pegiat komunitas Suara Perempuan Penggerak Komunitas (SPeaK) dalam paparannya menuturkan, berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bojonegoro tahun 2020 menunjukkan adanya ketimpangan gender. Nilai IPM laki-laki mencapai sebesar 73,57 poin, sementara nilai IPM perempuan hanya 66,34 poin. 

Sebagaimana diketahui, IPM merupakan salah satu indikator utama pembangunan, yang dipakai untuk mengukur keberhasilan pembangunan kualitas hidup masyarakat, meliputi dimensi kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Menanggapi kesenjangan gender, sebagaimana tergambarkan pada nilai IPM tersebut, Anis pun berharap agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro menaruh perhatian serius dengan memperkuat pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam perencanaan dan penganggaran daerah.

“Untuk mengatasi ketimpangan gender di Bojonegoro, maka perencanaan dan anggaran pembangunan daerah harus lebih responsif gender,” tutur Anis, panggilan akrabnya.

Perempuan kelahiran Kecamatan Kapas ini menyebut salah satu contoh permasalahan di sektor kesehatan yang membutuhkan perhatian para pemangku kebijakan di daerah karena berpengaruh terhadap kualitas pembangunan masyarakat, yakni terkait tingginya kasus kematian ibu dan anak di Bojonegoro. 

Menurut Anis, jika kasus kematian ibu dan anak dapat ditangani dengan baik, kasus jadi berkurang, maka usia harapan hidup akan menjadi meningkat, karena usia harapan hidup menjadi salah satu tolak ukur dalam perhitungan IPM dari dimensi kesehatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan, per Agustus tahun 2020 terdapat 27 kasus kematian ibu dengan Angka Kematian Ibu 227,22 per 100.000 kelahiran hidup, jumlah ini lebih besar dari target tahun 2020 yaitu 16 kasus kematian ibu dengan Angka Kematian Ibu 91,45 per 100.000 kelahiran hidup.

Ia juga menilai perempuan perlu aktif berpartisipasi dalam pembahasan kebijakan, penyusunan perencanaan pembangunan, agar bisa menyuarakan aspirasi kebutuhan kaum perempuan. Sebab, selain sebagai penerima manfaat, perempuanlah yang paling memahami akan kebutuhannya. Misal menyuarakan penanganan masalah angka kematian ibu dan bayi yang masih cukup tinggi di daerah.

“Mengapa partipasi perempuan perlu diperkuat? Karena pada tahun 2019, kami dengan dukungan Program SPEAK melakukan studi riset partisipatif yang hasilnya menunjukkan bahwa partisipasi warga terutama perempuan dalam proses perencanaan penganggaran masih minim sekali. Padahal, agar kebutuhan dan aspirasi kelompok rentan, seperti perempuan ini diakomodir dalam perumusan kebijakan dan program kegiatan pembangunan, maka perempuan perlu diajak bicara, dilibatkan dalam membahas perencanaan program kegiatan pembangunan,” jelas Anis.

Senada dengan poin-poin yang diungkapkan Anis, Direktur Bojonegoro Institute (BI), Aw Syaiful Huda menambahkan, berdasarkan amanat Permendagri 86/2017, bahwasanya dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Perangkat Daerah semestinya harus melibatkan pemangku kepentingan, termasuk kelompok perempuan. Bahkan sebenarnya sudah tersedia instrumen untuk penyusunan perencanaan program dan anggaran agar responsif gender pada masing-masing instansi atau perangkat daerah, diantaranya, yang dikenal dengan instrumen: Gender Analysis Pathway (GAP) dan Gender Budget Statemen (GBS).

“Sayangnya, banyak instansi atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang belum membuka ruang partisipasi publik dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) mereka,” ungkap Awe, panggalan akrabnya.

Sementara itu, Lilis Aprilliati, Budget and Advocacy Officer Program SPEAK Kabupaten Bojonegoro dalam komentarnya, mengatakan bahwa selama ini Program SPEAK telah memfasilitasi dan mendorong penguatan Pengarusutamaan Gender (PUG) kepada komunitas perempuan di Bojonegoro. Diantarnya, melalui berbagai kegiatan yang telah dijalankan, seperti sosialisasi, workshop, pelatihan dan riset. 

“Terakhir kami lakukan sosialisasi PUG kepada komunitas perempuan di Kecamatan Temayang. Melalui sosialisasi tersebut, diharapkan mampu mendorong komunitas perempuan agar bersuara dan terlibat aktif dalam proses pembangunan,” jelasnya.

Lilis menambahkan, selain mendorong keterlibatan dan partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan, komunitas perempuan juga telah dilatih dan didampingi untuk mengawal aspirasi mereka, salah satunya dengan pemanfaatan kanal pengaduan, seperti lapor.go.id atau mendorong partisipasi mereka dalam forum Musrenbang Khusus Perempuan yang diselenggarakan Pemkab Bojonegoro guna menggali aspirasi perempuan di daerah,” ungkap Lilis

Share Link: