Meraba Kondisi Pertanian Indonesia Saat Ini

Admin, Published at 2021-01-21

Oleh: Usfri Raranda*

Tulisan ini akan berangkat dari rasa skeptis terhadap kondisi yang sedang terjadi saat ini. Bagaimana sektor pertanian Indonesia menghadapi fase yang cukup krusial, apakah melangkah maju ataupula makin terpuruk. Lihat saja, ketahanan pangan Indonesia selalu berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Belum lagi kondisi para petani yang kembang kempis dihajar harga yang tidak stabil.

Produksi beras saja contohnya, menurun setiap tahunnya karena lahan produktif berkurang akibat adanya peralihan fungsi. Ditambah dengan krisis iklim (Climate Crisis) yang ditandai dengan cuaca ekstrem (curah hujan rendah, meningkatnya suhu udara, ancaman badai dll) menyebabkan produksi beras yang tidak stabil. Hal ini yang menyebabkan pemerintah seringkali melakukan impor beras untuk menjaga ketersediaan stok dalam negeri.

Akibatnya berdampak pada kehidupan para petani yang semakin sulit. Dimensi keuntungan yang mengecil akibat risiko gagal panen dan serbuan barang impor dengan harga yang lebih murah. Dengan demikian, hasil panen petani tak sanggup untuk menutupi ongkos operasional dan produksinya. Apalagi pemerintah dinilai gagal dalam melindungi nilai tukar petani.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah masih belum cukup untuk meningkatkan produktivitas komoditas pertanian yang ada dan memberikan peningkatan kehidupan yang layak bagi petani. Pembangunan infrastruktur guna menunjang sektor ini pun belum menunjukkan hasil yang signifikan.

Dibangunnya banyak waduk untuk memastikan ketersediaan air di daerah sentra pertanian dan pertambahan jaringan jalan guna melancarkan distribusi barang pun dirasa belum cukup. Lalu apa yang dapat dilakukan?

Persoalan utama adalah pemerintah yang belum sungguh-sungguh dan fokus untuk mendukung sektor pertanian. Pemerintah dapat memulai dari rangkaian aturan yang sifatnya nasional seperti memperbaiki RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) dan mempercepat pengesahan undang-undang Reforma Agraria yang mandek.

Langkah ini penting guna memperjelas alokasi lahan yang tersedia untuk berbagai penggunaan agar tidak terjadi tumpang tindih antar sektoral. Juga sebagai upaya agar penurunan lahan pertanian tidak  terus terjadi akibat alih fungsi lahan.

Perbaikan RTRW ini berguna untuk menentukan sentra produksi pertanian yang cocok guna menyangga setiap kawasan agar persebarannya merata. Langkah ini diharapkan mampu untuk mengantisipasi kejadian gagal panen yang menyebabkan terganggunya ketersediaan pangan nasional. Rangkaian selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah perbaikan dalam penetapan harga hasil pertanian sekaligus metode penyerapan hasil produksi dan distribusinya.

Harga pokok penjualan (HPP) ditingkat petani yang rendah bukan menjadi rahasia umum lagi. Adanya ketimpangan harga dari sisi petani dengan harga beli konsumen disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi barang hingga ke konsumen. Adanya disparitas harga ini lebih disebabkan maraknya rente ekonomi yang dimainkan oleh para tengkulak dan sistem ijon yang digunakan dalam permodalan para petani. Dapat dibayangkan peningkatan kesejahteraan petani jika rantai ini diperpendek dengan kontribusi maksimal dari peran Bulog dan pemerintah dalam merasionalisasi harga.

Namun, seringkali pemerintah tak berdaya dalam menghadapi praktek rente ini. Di lain sisi, mempermudah akses permodalan bagi petani dapat menjadi salah satu solusi yang dapat didorong oleh pemerintah melalui sektor perbankan. Sesuatu hal yang mudah tentunya untuk dapat dilaksanakan. Tapi apakah tepat dari sisi bisnis perbankan?

Dengan demikian, langkah untuk memodernisasi  sektor pertanian haruslah dimulai dari aspek peraturan dan sokongan dari pemerintah. Harus disadari bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berpengaruh terhadap kondisi negara dan orang banyak.

Lalu setelahnya, secara simultan, proses modernisasi pertanian Indonesia masuk pada tahapan selanjutnya pada sisi teknis produksi. Pertanyaan yang muncul, apakah modernisasi teknis tersebut hanya sebatas dengan penggunaan berbagai instrument mekanisasi berbasis digital? Seberapa jauh kesiapan Indonesia dalam menyongsong era 4.0? Siapkah SDM dan aturan-aturan pelaksananya dalam menyambut perubahan itu?

Ayolah, jangan lagi gagal dan gagap menyikapi perubahan. Seperti biasa.

*Pemerhati dan Peneliti Pertanian

Share Link: