Pemkab Bojonegoro Perlu Libatkan UMKM dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Admin, Published at 2021-01-06
Sumber: Tulus Adarrma
Bojonegoro - Berdasarkan informasi Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Sukaemi (15/9), sebanyak 14.500 pelaku usaha di Kabupaten Bojonegoro mengajukan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), senilai Rp2.4 juta. Sebagaimana dikutip dari Radar Bojonegoro, pada tanggal 16, September 2020.
Menurut peneliti PRCI, Tulus Adarrma, dari banyaknya warga yang mendaftar BLT UMKM tersebut sebenarnya cukup menggambarkan kondisi warga masyarakat Kabupaten Bojonegoro yang mengalami kesulitan ekonomi akibat dari dampak pandemi Covid-19.
"Situasi pandemi membuat ekonomi makin sulit, tak terkecuali bagi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah di Bojonegoro," jelas Tulus, panggilan akrabnya.
Kondisi ekonomi sulit ini, menurut Tulus, bisa terus berlanjut, sebab hingga kini belum ada kepastian pandemi akan berakhir. Karenanya, ia pun berharap ada langkah-langkah kreatif ataupun terobosan kebijakan dari pemerintah daerah dalam merespon situasi tersebut. Misalnya membuka seluas-luasnya ruang partisipasi atau keterlibatan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.
Tulus berargumen, dengan APBD Kabupaten Bojonegoro yang cukup besar, bahkan pada tahun 2020 lalu, nilai APBD (Murni) Bojonegoro mencapai 6.4 triliun rupiah, menempati urutan belanja kabupaten tertinggi nomor tiga di Indonesia, maka ada peluang bagi pelaku UMKM di daerah untuk ikut terlibat dalam kegiatan PBJ.
"Dalam pelaksanaan APBD, ada proses bisnis, yang disebut dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah," ungkapnya.
Ia pun menginformasikan, berdasarkan data TEPRA-LKPP, tahun 2020 lalu, terdapat 14.442 paket kegiatan pengadaan di lingkungan Pemkab Bojonegoro, dengan rincian sebanyak 4.855 paket pengadaan melalui swakelola dan 9.587 paket melalui penyedia. Adapun untuk besaran nilai paket pengadaan bervariatif. Misalnya ada paket pengadaan melalui penyedia dalam metode swakelola dengan nilai terkecil, hanya sebesar Rp15.000.
"Dari belasan ribu paket pengadaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ini, misalkan saja, ada banyak pelaku UMKM yang terlibat, maka ada sekian banyak pelaku UMKM yang mendapat manfaat dari proses bisnis dalam kegiatan PBJ tersebut," katanya.
Menurut Tulus, pelibatan UMKM dalam kegiatan PBJ bisa melalui beberapa skema, diantaranya melalui konsolidasi pengadaan ataupun melalui e-Katalog Lokal. Selain itu juga bisa melalui Program Bela Pengadaan UMKM.
"Bisa dengan beberapa skema. Misalnya daerah bisa membuat e-Katalog Lokal sendiri. Para pemilik UMKM didampingi dan difasilitasi oleh Pemda hingga mereka bisa masuk e-Katalog Lokal tersebut," jelasnya.
Hanya saja menurut Tulus, untuk memaksimalkan keterlibatan UMKM dalam kegiatan PBJ ini dibutuhkan komitmen kepala daerah dan perangkat daerah. "Pada saat menyusun Rencana Kerja Anggaran, masing-masing Perangkat Daerah juga menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP). Nah, pada saat proses ini rencana pelibatan UMKM dalam kegiatan PBJ sudah diagendakan dan dimatangkan," imbuhnya.
Sebagai informasi, sebenarnya dalam Peraturan Presiden 16/2018 secara eksplisit telah menyebut salah satu dari tujuan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah meningkatkan peran serta usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
"Tentu secara teknis, para pelaku UMKM di daerah perlu pengawalan dan pendampingan. Sedangkan secara teori, dengan pelibatan UMKM dalam kegiatan PBJ dalam pelaksanaan APBD yang cukup besar ini, maka akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama bagi para pelaku UMKM di Bojonegoro," jelasnya.
Hal senada juga diutarakan Aw Syaiful Huda, yang juga peneliti PRCI. Awe, nama panggilan akrabnya, berpendapat bahwa sektor UMKM memang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Terlebih lagi dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.
"Sebenarnya terlepas ada pandemi atau tidak, sektor UMKM memang perlu diperkuat. Apalagi situasi pandemi seperti sekarang ini, dimana sumber-sumber perekonomian jadi serba sulit," ujarnya.
Menurut Awe, sebenarnya sektor UMKM memiliki peran strategis untuk menopang perekonomian daerah, terutama untuk pemerataan ekonomi rakyat kecil. "Jika sektor UMKM diperkuat, maka akan banyak menyerap tenaga kerja, menumbuhkan daya beli masyarakat, serta mengentaskan kemiskinan di suatu daerah seperti Bojonegoro ini".
Ia menjelaskan, bahwa jumlah angkatan kerja setiap tahun terus bertambah banyak, namun lapangan kerja makin sulit. Dengan memperkuat UMKM, maka bisa membuka sebanyak mungkin lapangan usaha serta menyerap tenaga kerja di daerah. Karenanya, sebagai bagian dari upaya strategis memperkuat sektor UMKM adalah membuka ruang partisipasi atau pelibatan para pelaku UMKM dalam kegiatan PBJ di lingkungan Pemkab Bojonegoro. "Jika ini bisa terealisasi, maka UMKM di Bojonegoro bisa berkembang pesat," harapnya.