APBD Kabupaten Bojonegoro Tertinggi No. 2 di Indonesia
Admin, Published at 2023-01-24
Sumber: Photo by Eky Noerhadi
Bojonegoro - Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro semakin tajir saja, seiring pendapatan dari sektor migas yang terus mengalir. Pundi-pundi keuangan daerah makin melejit tinggi. Pada tahun 2023 ini, total nilai APBD Bojonegoro mencapai Rp7,4 triliun, menempatkan Bojonegoro di urutan ke-2 kabupaten dengan APBD tertinggi di Indonesia.
Ini sebagaimana penuturan peneliti Poverty Resource Center Initiative (PRCi), Aw Syaiful Huda. "Tahun ini, Bojonegoro menempati peringkat No. 2 kabupaten dengan APBD tertinggi di Indonesia," ungkap Awe, panggilan akrabnya.
Adapun di urutan pertama, Kabupaten Bogor dengan APBD sebesar Rp9,1 triliun. Sementara di urutan ketiga, Kabupaten Tangerang sebesar Rp7,1 triliun. Lalu disusul Kabupaten Bekasi di urutan keempat dengan APBD sebesar Rp6,6 triliun.
Awe menilai, dengan postur APBD yang cukup besar saat ini, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro (Pemkab) punya anggaran berlebih untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat Bojonegoro.
"Pemkab Bojonegoro punya anggaran berlebih, sehingga bisa membuat berbagai inovasi program pembangunan. Nilai SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun 2022 saja diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun," kata Awe.
Sebagai catatan, total nilai APBD Bojonegoro tahun 2023 yang disahkan pada 24 November lalu, mencapai Rp7,4 triliun. Ini mencakup total belanja daerah sebesar Rp6,97 triliun dan alokasi pengeluaran pembiayaan untuk dana cadangan sebesar Rp500 miliar. Sementara pendapatan daerah dipatok Rp5,2 triliun. Defisit anggaran belanja dengan pendapatan ini ditutup dengan SiLPA tahun sebelumnya, yang dipasang dalam APBD sebesar Rp2,25 triliun.
Pria asal Kecamatan Trucuk ini menambahkan, besarnya APBD Bojonegoro dalam beberapa tahun ini tidak terlepas dari geliat industri migas lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, yang sudah memasuki masa puncak produksi. Sehingga dari pengelolaan sumber daya alam migas yang ada di daerah, Kabupaten Bojonegoro mendapatkan aliran dana bagi hasil (DBH) migas maupun pendapatan sektor migas lainnya.
"APBD Bojonegoro sangat bergantung dana bagi hasil (DBH) migas. Misal tahun 2018, DBH migas yang diterima Bojonegoro sebesar Rp2,3 triliun, sekitar 68 persen total nilai APBD Bojonegoro saat itu," ujar Awe.
Awe mengingatkan, pendapatan daerah dari sektor migas ini bersifat sementara, dikarenakan migas merupakan sumber daya alam yang bersifat non-renewable (tidak terbarukan) yang pasti akan habis jika diproduksi terus menerus. Sebab itu, pendapatan dari sektor migas harus dikelola seefisien dan seefektif mungkin, dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang paska produksi migas menurun dan habis.
"Sudah banyak contoh daerah yang tiba-tiba jadi kaya raya karena punya sumber daya alam migas yang melimpah, tapi kemudian jatuh miskin lagi setelah migasnya habis," ujar dia.
Karena itu Awe berharap, pengelolaan APBD Bojonegoro saat ini harus diarahkan untuk prioritas percepatan pembangunan sektor-sektor ekonomi berkelanjutan, seperti sektor jasa, hilirisasi sektor pertanian, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga industri padat karya. Termasuk juga peningkatan sumber daya manusia serta percepatan pengentasan kemiskinan di daerah.
Menurutnya, perekonomian Bojonegoro selama masih bergantung pada sektor migas dan pertanian. Jika sektor migas memiliki karakteristik high tech (berteknologi tinggi) dan bukan padat karya, sehingga penyerapan tenaga kerja lokal sangat kecil. Sementara sektor pertanian meskipun memiliki karakteristik padat karya dan memiliki penyerapan tenaga kerja lokal tinggi, tetapi memiliki tingkat kesejahteraan rendah.
Sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan Bojonegoro tahun 2022 sebesar 12,21 persen, menempati peringkat tertinggi ke-11 di Jawa Timur. Menurut jenis pekerjaan utama penduduk miskin, sekitar 41,37 persen bekerja di sektor pertanian; 20,02 persen bekerja sektor non-pertanian dan 38,61 persen tidak bekerja atau menganggur.
Awe mengungkapkan, daerah yang hanya bergantung pada sumber perekonomian tertentu saja, seperti Bojonegoro yang sangat bergantung pada sektor migas, maka sangat rentan mengalami guncangan. Karena itu diperlukan pembangunan diversifikasi ekonomi daerah.
Diversifikasi ekonomi daerah merupakan strategi pembangunan transformasi ekonomi dengan penganekaragaman pertumbuhan ekonomi daerah ke berbagai sektor yang potensial dan berkelanjutan.
“APBD Bojonegoro musti diarahkan untuk percepatan pengentasan kemiskinan dan pembangunan diversifikasi ekonomi daerah,” pungkasnya.
**Catatan perbaikan: terdapat revisi untuk urutan kabupaten dengan nilai APBD terbesar di Indonesia: urutan ke-1 Kabupaten Bogor, sebesar Rp9,14 triliun; urutan ke-2 Kabupaten Bojonegoro, sebesar Rp7,47 triliun; urutan ke-3 Kabupaten Kutai Kartanegara, sebesar Rp7,2 triliun, lalu disusul secara berurutan, Kabupaten Tangerang sebesar Rp7,1 triliun dan Kabupaten Bekasi, sebesar Rp6,6 triliun.