Hama Tikus Serang 2.940 Hektar Sawah di Bojonegoro, Berikut Peta Sebarannya
Admin, Published at 2021-06-25
Sumber: Photo By Nur Cholis (Pak Cho)
Bojonegoro - Tikus sawahan adalah salah satu jenis hama tanaman yang hingga saat ini masih sulit diatasi. Bahkan populasi dan jangkauan sebarannya semakin luas. Begitu pula tingkat kerusakan yang ditimbulkannya makin parah. Biarpun berbagai upaya telah dilakukan oleh para petani, mulai dari cara-cara tradisional, seperti gropyokan, hingga penggunaan bahan-bahan kimia maupun alat-alat mekanik, hasilnya pun masih tetap jauh dari kata berhasil.
Dan memang, hasil beberapa studi menyebutkan, tikus termasuk binatang vertebrata yang cerdas dan gesit. Mereka memiliki kemampuan mempelajari situasi lingkungannya dengan cepat, mudah curiga jika terjadi perubahan di lingkungannya, punya indera penciuman yang tajam, serta termasuk hewan sosial yang suka berkomunikasi satu sama lain.
Dengan beberapa kemampuan yang dimilikinya tersebut, bisa jadi inilah yang membuat tikus mudah mendeteksi perangkap yang dipasang untuk menangkap mereka. Para koloni tikus juga melakukan migrasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Oleh sebab itu, terkadang dijumpai dalam satu tempo, di suatu kawasan, hama tikus tiba-tiba menghilang, tapi tiba-tiba muncul di kawasan lain.
Tikus, terutama jenis Rattus argentiventer (Tikus sawah), tergolong produktif; memiliki masa kehamilan yang singkat dengan jumlah bayi yang banyak. Tikus sawah bisa berkembang biak pada usia 1.5 sampai 5 bulan. Mereka dapat beranak empat kali dalam setahun dengan jumlah rata-rata kelahiran antara 6-10 ekor anak. Bahkan, ketika dalam kondisi yang mendukung, dari 3 (tiga) pasang tikus bisa beranak pinak jadi 2.046 ekor tikus dalam kurun waktu 13 bulan.
Dari gambaran matematis ini lah, maka sangat wajar petani jadi ketar-ketir saat ada tanda-tanda hama tikus ini menyerang. Mereka jadi momok yang begitu menakutkan bagi para petani. Karena, selain tingkat kesulitan menghalau serangan hama tikus ini, dampak kerusakan yang ditimbulkannya pun cukup parah, hingga mengakibatkan gagal panen.
Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dari tahun 2019-2020 terjadi peningkatan jumlah titik kawasan serta luasan serangan hama tikus. Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bojonegoro, pada tahun 2020 hama tikus menyerang sekitar 2.940 hektar lahan pertanian di 17 kecamatan, meningkat dibanding tahun sebelumnya, sekitar 1.228 hektar di 14 kecamatan.
Jika tahun 2019, serangan hama tikus sawah paling parah berada di Kecamatan Baureno (290 Hektar), Balen (264 Hektar), Dander (181 Hektar), Kepohbaru (136 Hektar) dan Kanor (113 Hektar). Pada tahun 2020 bergeser, paling parah terjadi di Kecamatan Kepohbaru (806 hektar), Kapas (580 hektar), Balen (579 hektar), Kanor (423 hektar) dan Dander (200 hektar).
Meskipun dari data yang dirilis Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bojonegoro di atas, juga terdapat beberapa kecamatan di Bojonegoro dengan “0” (Nol) kasus, bisa jadi di kawasan ini ada serangan hama tikus, tapi tidak terlalu signifikan, sehingga tidak dilaporkan.
Serangan hama tikus dan upaya menanggulanginya
Fenomena hama tikus ini, ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Negara adidaya, Amerika Serikat, pun pernah dipusingkan hama tikus ini. Bahkan Amerika Serikat pernah menanggung kerugian hingga US$19 - US$120 miliar (sekitar Rp273- Rp1.727 triliun) per tahun akibat hama tikus tersebut. Sampai akhirnya mereka melalukan kampanye dan pengendalian secara besar-besaran. Dimulai dari pengendalian populasinya dengan cara-cara promotif dan preventif, seperti menjaga kebersihan lingkungan dan tempat-tempat yang menjadi sarang tikus. Pengendalian tikus juga dilakukan dari rumah ke rumah. Bahkan di Provinsi Alberta, Kanada, salah satu negara bagian Amerika Serikat, sampai membentuk devisi khusus atau pekerja yang bertugas menyelidiki keberadaan hama tikus berikut menangkapnya. Mereka bisa ditelpon sewaktu-waktu, saat warga menemui atau melihat penampakan tikus di lingkungannya.
Informasi terkait hama tikus di Amerika ini, tentu saja merupakan bagian dari upaya menambah refrensi terkait persoalan hama tikus dan bagaimana cara pengendaliannya. Dan poin pentingnya adalah; bahwa upaya menanggulangi hama tikus ini perlu dilakukan secara serius, partisipasipatif, serentak dengan melibatkan berbagai pihak.
Di Indonesia, beberapa daerah atau desa, sebenarnya juga sudah memiliki inisiatif dan strategi best practices (praktik-praktik baik dan inovatif). Diantaranya pemanfaatan jenis tanaman Refugia untuk menghalau tikus serta pemanfaatan burung hantu (Tyto alba) sebagai predator hama tikus sawah.
Burung hantu, terutama jenis Tyto alba (Barn owl) mampu memangsa 3.600 ekor tikus dalam setahun. Ia memiliki kemampuan mendengar suara tikus dalam radius 500 meter dan dengan kemampuan jelajah sekitar hingga 12 kilometer.
Hasil beberapa studi menunjukkan, burung hantu jenis Tyto alba cukup efektif mengendalikan hama tikus sawah. Hanya saja metode ini tidak bisa diterapkan secara instan, karena butuh mengembalikan ekosistem yang mendukung pelestarian burung hantu jenis ini. Mulai dari melakukan penangkaran, membangun Rubaha (Rumah burung hantu), hingga termasuk menjaga mereka dari tangan-tangan jahil, pemburu dan lain sebagainya.
Dalam membangun Rubuha juga banyak hal yang perlu diperhatikan. Misalnya kondisi Rubuha tidak boleh miring, jangan terlalu dekat dengan keramaian, tinggi tiang juga perlu diperhatikan. Burung hantu hasil penangkaran dengan burung hantu liar, memiliki tingkat efektivitas yang berbeda. Maka dari itu, upaya pemanfaatan burung hantu sebagai predator hama tikus sawahan ini musti dilakukan secara bersama-sama. Partisipasi warga, peran pemerintah, semisal membuat peraturan terkait pelestarian burung hantu serta pemberian sanksi bagi yang memburunya, sangat dibutuhkan dan menentukan keberhasilan.
Adapun jenis tanaman Refugia yang biasa dimanfaatkan untuk menghalau tikus, diantaranya bunga Kenikir, bunga Matahari dan lain sebagainya. Pemanfatan bunga Kenikir ataupun bunga Refugia lainnya, selain untuk menghalau tikus, juga bisa menambah estetika kawasan pertanian.
Agar strategi pengendalian hama tikus sawah dengan metode pendekatan ramah lingkungan ini bisa efektif, dibutuhkan kesadaran kolektif dari semua pihak; Pemerintah, masyarakat dan para petani.
Penulis: Aw. Saiful Huda/Tim PRCi