Kabupaten Bojonegoro Dorong Penguatan Pengarusutamaan Gender
Admin, Published at 2019-08-28
Bojonegoro (beritajatim.com) – Dalam rangka memaksimalkan pembangunan daerah yang responsif gender di daerah, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Bojonegoro menggelar rapat koordinasi pengarusutamaan gender dengan melibatkan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan masyarakat sipil.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bojonegoro, Maspriyadi, mengatakan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro sebenarnya telah memiliki beberapa regulasi yang berkaitan dengan isu gender. Seperti Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bojonegoro.
Selain itu juga ada Perda Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro 2018-2023. “Sebenarnya Kabupaten Bojonegoro juga telah membentuk Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender. Hanya saja kita belum punya Perda Pengarusutamaan Gender (PUG),” ungkapnya dalam diskusi dengan beberapa OPD dan masyarakat sipil, Senin (26/8/2019) di Kantor Pemkab Bojonegoro.
Sementara itu Rochedah Soetarmiati, purna tugas dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Jawa Timur menyampaikan beberapa strategi yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro agar mampu meningkatkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kabupaten Bojonegoro, yang saat ini masih di bawah Jawa Timur, yakni sebesar 59,30 persen.
“Mengingat keterwakilan perempuan di legislatif (DPRD Kabupaten Bojonegoro) mengalami penurunan pada periode ini, bisa jadi akan mengurangi poin,” ungkapnya.
Sekedar diketahui, keterwakilan perempuan yang duduk di DPRD Kabupaten Bojonegoro memang belum sesuai kuota 30 persen. Sebab dari 50 anggota dewan, 45 laki-laki dan perempuan hanya 5 orang. Sehingga hanya 10 persen kuota perempuan yang terpenuhi. “Pemerintah Kabupaten Bojonegoro harus berjuang keras agar nilai pemberdayaan perempuan bisa meningkat, minimal melampaui nilai IDG Jawa Timur,” katanya.
Salah satu perwakilan organisasi masyarakat sipil, Lilis Aprilliati, menyampaikan perlunya Kabupaten Bojonegoro memiliki Perda Pengarusutamaan Gender. Menurut perempuan, yang sekaligus ketua Korp PMII Putri (KOPRI) Bojonegoro ini, bahwa dengan adanya Perda tersebut akan semakin memperkuat dan mengikat para pemangku kebijakan dalam mengimplementasikan pengarusutamaan gender di daerah.
“Harapan kami, Bojonegoro segera memiliki Perda Pengarusutamaan Gender (PUG). Agar masyarakat marginal, seperti penduduk miskin, pengangguran, perempuan, disabilitas, dan lansia semakin jadi prioritas dalam penyusunan kebijakan, perumusan program dan kegiatan pembangunan di daerah,” ungkap Lilis.
Menurut Lilis, berdasarkan data BPS 2018, menunjukkan bahwasanya mayoritas penduduk miskin atau penduduk di Bojonegoro adalah kelompok perempuan. Selain itu juga banyak fasilitas publik yang belum ramah terhadap kelompok rentan, seperti para lansia, ibu hamil, anak-anak dan disabilitas. Oleh karenanya, ia berharap agar dalam pembuatan kebijakan, perumusan program dan kegiatan, setiap OPD harus memperhatikan keadilan dan sensitifitas gender.
“Karena hal tersebut dapat mempercepat peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat Bojonegoro,” ungkapnya.
Menanggapinya, Maduratnani, Perwakilan DP3AKB, mengatakan bahwasanya keterlibatan masyarakat sipil sangat diharapkan. Sebab aspirasi masyarakat sipil bisa mempertajam dalam penyusunan program kegiatan perangkat daerah, terutama berkaitan dengan implementasi pengarusutamaan gender di Bojonegoro.
Senada, perwakilan Bappeda juga berkomitmen akan membuka ruang aspirasi masyarakat sipil, terutama kelompok yang selama ini partisipasinya masih minim, seperti kelompok perempuan, disabilitas dan kelompok-kelompok rentan lainnya.
Direktur Bojonegoro Institute, Aw Syaiful Huda, mengatakan bahwa pembangunan yang responsif gender merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Sehingga setiap pemerintah daerah manapun, termasuk Kabupaten Bojonegoro wajib menjalankannya.
Bahkan menurut pria yang pernah aktif di Sindikat Baca ini menyampaikan bahwasanya nilai Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Bojonegoro masih rendah, berada di peringkat 26 dari kabupaten dan kota di Jawa Timur.
“Nilai IPM Perempuan di Bojonegoro ini masih sangat rendah dibanding nilai IPM laki-laki. Nilai IPM Perempuan sekitar 64.55 persen, sedang nilai IPM laki-laki sekitar 71.90 persen. Jadi pembangunan daerah yang responsif gender ini sangat penting dan perlu,” ujarnya.
Menurut Aw, nama panggilannya, rendahnya nilai IPM Perempuan dibanding laki-laki di Kabupaten Bojonegoro ini dipengaruhi rendahnya rata-rata lama sekolah dan tingkat ekonomi atau kemampuan daya beli perempuan. [lus/but]
sumber: beritajatim.com