Si Burung Hantu, Gacu Andalan Petani Mengendali Serangan Hama Tikus Sawahan

Admin, Published at 2021-06-14

Sumber: Ilustrasi foto dari Pinterest.com

Bojonegoro – Derita petani tak kunjung usai. Persoalan terus menumpuk menambah beban di pundak mereka. Saat musim hujan lalu, beragam persoalan mendera. Mulai dari persoalan pupuk, banjir bandang, hama wereng dan slundep yang menyerang tanaman padi mereka, lalu ditambah lagi persoalan harga anjlok di saat panen raya. 

Kini, saat memasuki musim kemarau. Para petani sudah mulai dipusingkan lagi persoalan hama tikus. Sebagaimana diketahui, tikus sawahan merupakan salah satu hama yang hingga saat ini masih jadi momok dan pengganggu tidur nyenyak para petani. Meskipun berbagai cara sudah dicoba, mulai dari penggunaan setrum listrik, racun tikus serta pemakaian obat kimia hingga pelaksanaan lomba berburu tikus dengan hadiah jutaan yang ditawarkan, nyatanya hingga saat ini persoalan hama tikus belum bisa diatasi. 

Lambat laun justru makin merajalela, mengakibatkan kerusakan fatal, hingga membuat banyak petani mengalami gagal panen. Penggunaan setrum listrik pun telah banyak memakan korban jiwa. Misal pada tahun lalu di Kabupaten Bojonegoro, sekeluarga yang terdiri atas suami, istri dan dua anak meninggal dunia di area persawahan akibat kesetrum listrik yang sebenarnya dipasang untuk jebakan tikus.

Walaupun begitu, beberapa petani masih saja menggunakan cara pengendalian tikus sawahan dengan menggunakan setrum listrik, yang sangat berbahaya ini. Kata seorang teman, mungkin petani tidak punya cara lain yang lebih efektif. Wes kadung pegelen. Mereka ingin bisa panen maksimal. Apalagi mengingat perjuangan saat merawat tanamannya tidaklah ringan. Seusai berjuang ‘45’ untuk mendapatkan pupuk yang ramah dengan isi kantong, masa' iya nasib tanaman lantas diserahkan begitu saja pada hama tikus sawahan itu. Jelas ora! Mungkin karena alasan itulah; bagaimanapun caranya akan tetap dilakukan. Lantas, apakah memang tidak ada cara lain yang lebih efektif, lebih ramah lingkungan?

Bikin kesepakatan bersama; 'berkoalisi' dengan si Owl, musuh besar tikus sawahan

Alam semesta memiliki hukum keseimbangan. Misal ketika mata rantai kehidupan ada yang terusik, tentu saja akan mengakibatkan dampak sistemik bagi rantai kehidupan lainnya. Dulu, tikus sawahan itu dimangsa oleh mata rantai yang lain, diantaranya ular dan burung. Kini sebagian besar dari pemangsanya tersebut mulai terbatas, disebabkan keduanya diburu manusia secara masif.

Kucing sebenarnya juga termasuk predator bagi tikus, tapi adanya 'domistikasi' pada kucing-kucing oleh manusia, membuat ia tak lagi garang. Dan mungkin saja kucing-kucing hari ini sudah banyak yang lupa akan mata rantai makanannya. Akhirnya petani lah yang ketiban molo, alias yang banyak menanggung akibat makin ketidak-seimbangan mata rantai kehidupan tersebut.

Para petani ini harus membayar mahal dan dibuat kepayahan melawan populasi tikus yang makin hari makin tak terkendali, sebab predator mereka yang makin berkurang. Bahkan ada yang bilang, tikus-tikus saat ini mulai cerdas membaca dan mengalahkan taktik perlawanan para petani.

Nah, dalam mengendalikan hama tikus sawahan ini, mungkin tidak ada cara lain yg lebih efektif, efisien dan berkelanjutan (sustainable), dibanding dengan upaya menjaga harmoni dengan alam. Manusia perlu menjaga relasi yang baik dengan salah satu predator tikus-tikus sawahan; burung hantu.

Dari banyak sumber referensi menyebutkan, jika burung hantu memiliki kemampuan memangsa 2-5 ekor tikus dalam semalam. Setahun, bisa mencapai lebih dari 1000 ekor tikus. Bahkan burung hantu jenis Tyto alba (Barn owl) mampu memangsa 3600 ekor tikus dalam setahun. Memang burung hantu jenis ini makanan utamanya 99,14% tikus. Ia memiliki kemampuan mendengar suara tikus dalam radius 500 meter serta kemampuan jelajah hingga 12 kilometer.

Melihat kemampuan burung hantu, terutama jenis Tyto alba ini, maka para petani mustinya bisa menjalin hubungan simbiosis mutualisme dengan koloni burung hantu tersebut. Namun untuk mewujudkannya tidaklah gampang, pun juga sebenarnya tidak terlalu sulit. Hanya membutuhkan komitmen dan kesadaran kolektif (bersama) untuk melindungi, tidak memburu atau menembaki burung hantu ini.

Jadikan burung hantu sebagai teman tani, yang bertugas memburu tikus-tikus sawahan, yang makin hari makin tidak 'berperikemanusiaan' pada para petani yang lemah. Pemerintah ataupun para pemangku kebijakan, baik pemerintah daerah ataupun pemerintah desa, juga punya andil besar dalam hal ini; menyamakan perspektif, menanamkan edukasi dan kesadaran kolektif warga masyarakat untuk menjaga dan melindungi eksistensi (keberadaan) burung hantu. Pemerintah perlu membuat semacam aturan dan sanksi tegas bagi para pelaku pemburu burung hantu di seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro.

Bahkan di banyak tempat, seperti di desa-desa, kawasan hutan, perkebunan, taman hingga kawasan pertanian dan lain-lain, perlu ada papan peringatan larangan memburu atau menembaki burung hantu. Fungsinya sebagai pengingat, campaign (kampanye), edukasi dan mempromosikan kebijakan tersebut. Namun selain upaya-upaya ini, tidak kalah pentingnya lagi adalah komitmen bersama-sama menjaga ekosistem, habitat alam burung hantu di Bojonegoro ini agar tetap lestari. Semoga.

Penulis: Aw syaiful Huda/Tim PRC Initiative

Share Link: