BI: Dana Abadi Pendidikan, Hak Lintas Generasi Atas Sumber Daya Migas di Bojonegoro

Admin, Published at 2024-06-21

Sumber: By Joko Riyadi

Bojonegoro Institute (BI) adakan diskusi tentang Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan, pada Kamis (20/6). Kegiatan ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan di daerah, seperti ketua Komisi C DPRD Bojonegoro, perwakilan perangkat daerah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, jurnalis, kelompok perempuan dan disabilitas.

Sebagai informasi, pada tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah menginisiasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan Daerah. Namun karena Peraturan Pemerintah yang mengatur Dana Abadi Daerah belum terbit saat itu, maka pembahasan Raperda ini belum bisa dilanjutkan.

Direktur Bojonegoro Institute, Aw Saiful Huda, mengatakan tujuan diselenggarakannya diskusi untuk mengaktualisasikan kembali diskursus tentang pembentukan Dana Abadi di Kabupaten Bojonegoro yang sudah berkembang lama.

“Pembahasan Dana Abadi di Bojonegoro ini memang sudah cukup lama. Gagasan ini lahir dari kesadaran kita semua, bahwa kekayaan sumber daya migas yang melimpah yang dimiliki Bojonegoro saat ini pasti akan habis, karena itu perlu membentuk Dana Abadi yang bersumber dari pendapatan migas, untuk menjaga keberlanjutan pembangunan daerah pasca migas habis,” kata Awe, panggilan akrabnya.

Sebagian dari pendapatan migas yang diterima Kabupaten Bojonegoro akan disisihkan dan disimpan dalam bentuk Dana Abadi. Dana tersebut dikelola dan diinvestasikan untuk jangka panjang, kemudian dari hasil pengelolaannya akan dibelanjakan untuk memajukan pendidikan, tanpa mengurangi dana pokoknya.

“Mengapa disebut dana abadi, karena dana pokoknya tidak boleh diambil. Dana pokok tersebut dikelola dan diinvestasikan, lalu hasil pengelolaannya digunakan untuk membiayai pendidikan, seperti beasiswa dan lainnya. Dengan demikian, masyarakat Bojonegoro dari generasi ke generasi berikutnya akan mendapatkan manfaat Dana Abadi yang bersumber dari migas tersebut meskipun migasnya sudah habis,” terangnya.

Menurut Awe, di tingkat global konsep Dana Abadi SDA ini sudah lama dikenal dan dipraktikkan oleh negara-negara kaya sumber daya alam ekstraktif migas dan mineral. Pembentukan Dana Abadi tertua adalah Texas Permanent University Fund (ASA) yang dibentuk di tahun 1876. Kemudian Kuwait tahun 1953, Abu Dhabi (UEA) tahun 1974 dan Alaska (AS) tahun 1976.

Di tingkat Asia Tenggara, negara yang pertama kali membentuk Dana Abadi SDA adalah Brunei (1983), lalu Malaysia (1988), dan Timor Leste (2005).

“Saat ini sudah ada lebih dari 54 negara dan yurisdiksi sub nasional yang membentuk Dana Abadi SDA. Banyak yang sukses tetapi ada juga yang dinilai gagal. Salah satu faktor kegagalan adalah buruknya tata kelola, tidak transparan, tidak akuntabel, tidak ada mekanisme yang jelas mengenai penarikan dana, manajemen investasi yang buruk dan lainnya”.

Karena itu Awe pun menyampaikan beberapa masukan terkait dengan Rancangan Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan Daerah yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Pertama, tujuan pembentukan Dana Abadi dan peruntukannya harus dirumuskan dengan jelas, agar ayanan atau penggunaan hasil pengelolaan Dana Abadi bisa diukur keberhasilannya, selain itu agar tidak tumpang tindih dengan belanja APBD.

“Beberapa peserta diskusi tadi ada yang mengusulkan ada afirmasi beasiswa dari Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan ini untuk teman-teman disabilitas. Ada juga yang menyarankan pengajuan beasiswa perlu ada tim review yang profesional dan independen untuk menghindari praktik patronase”.

Kedua, menetapkan penatausahaan keuangan Dana Abadi secara jelas dan terukur, mulai dari mekanisme penyetoran, penarikan dan pelaporannya. “Ini sangat penting. Belajar dari kasus Dana Abadi Azerbaijan, dimana tidak memiliki aturan main yang jelas mengenai mekanisme penarikan, akhirnya menyebabkan adanya penarikan-penarikan dana secara rahasia, penggunaan belanja yang tidak efisien dan lainnya”.

Ketiga, menetapkan aturan main investasi Dana Abadi, misalnya menetapkan profil investasi yang akan dipilih; melarang beberapa jenis investasi berisiko tinggi; penggunaan sebagian atau seluruh aset pundi-pundi itu sebagai jaminan utang pemerintah; dan lainnya. “Berbagai larangan investasi beresiko tinggi harus didefinisikan dengan baik dan ditegakkan melalui aturan-aturan tersurat yang membatasi risiko”.

Keempat, membangun kelembagaan pengelola Dana Abadi yang kredibel, professional dan berintegritas. Misalnya dengan pembagian tanggungjawab dan kewenangan yang jelas, membentuk penasehat investasi, mengatur dan menetapkan operasional harian yang wajar, membuat dan menegakkan standar-standar etika dan konflik kepentingan pengelolaan Dana Abadi.

Kelima, menerapkan standar transparansi yang tinggi dalam pengelolaan Dana Abadi. Misalnya kewajiban untuk mempublikasikan laporan hasil audit kinerja; memberikan informasi rinci mengenai investasi dan aktivitasnya, keuntungan investasi dan lainnya.

“Kita bisa belajar dari transparansi pengelolaan Dana Abadi Norwegia, yang dipublikasikan secara realtime di websitenya: www.nbim.no,” pungkas Awe.

Share Link: