APBD Tertinggi ke 2 Jatim, Anggaran Pendidikan Bojonegoro Tempati Urutan ke 26
Admin, Published at 2020-01-17
Bojonegoro – Prosentase anggaran urusan pendidikan di Kabupaten Bojonegoro, menempati urutan ke 26 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Padahal APBD Bojonegoro-Rp7,1 triliun- tertinggi ke dua di Jatim.
“Anggaran program urusan pendidikan Kabupaten Bojonegoro yang bersumber dari APBD murni atau di luar transfer daerah, prosentasenya hanya 10.45 persen. Dari nilai tertinggi, Bojonegoro berada di urutan ke-26 dari kabupaten dan kota di Jatim,” kata Peneliti Poverty Resource Center (PRC) Initiative, Aw Syaiful Huda, kepada suarabanyuurip.com, Jumat (17/1/2020).
Pria yang biasa disapa Awe ini menjelaskan, berdasarkan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) yang dipublikasikan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menunjukkan, bahwasanya prosentase anggaran program urusan pendidikan Kabupaten Bojonegoro di luar transfer daerah (APBD Murni) pada tahun 2019 hanya sebesar 10.45 persen. Padahal di tahun 2018 sudah 12.49 persen, naik dibanding tahun sebelumnya, yang besarannya hanya sekitar 9.2 persen (2017).
“Justru tahun 2019 menurun dibanding tahun 2018 yang sudah mencapai 12.49 persen,” ujar Awe.
Menurut Awe, peningkatan kualitas pembangunan sektor pendidikan di Kabupaten Bojonegoro sangat penting. Karena akan berdampak signifikan dan menentukan pada masa depan daerah. Terlebih lagi, mengigat tingginya APBD Kabupaten Bojonegoro saat ini disebabkan tingginya penerimaan pendapatan dari sektor migas, salah satunya dari DBH (Dana Bagi Hasil) Migas.
Oleh karenanya, lanjut dia, peningkatan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Bojonegoro menjadi sangat penting dan mendesak, sebelum sumber daya migas yang dimiliki Bojonegoro mulai menipis.
“Apalagi kalau lihat Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bojonegoro saat ini masih rendah, peringkatnya sama rendahnya dengan peringkat anggaran urusan pendidikan di luar transfer daerah atau APBN Murni, yakin urutan ke-26 dari 38 kabupaten dan kota di Jatim,” jelas Awe.
Ia mengungkapkan, ada beberapa ‘PR’ (pekerjaan rumah) besar yang harus ditangani Pemkab Bojonegoro di sektor pendidikan. Di antaranya permasalahan anak putus sekolah, pemerataan kualitas fasilitas sekolah maupun pendidik, banyaknya ruang kelas yang kondisinya rusak ringan maupun rusak berat, nilai rasio guru, sertifikasi lembaga dan pendidik dan lain sebagainya.
“Pemerataan kualitas sekolah, baik kualitas tenaga pendidik maupun fasilitas sekolah, seperti media pembelajaran, perpustakaan, dan lain-lain,” imbuhnya.
Berdasarkan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2019, yang dipublikasikan Kemendikbud, lanjut Awe, menunjukkan pada tahun 2019 di Kabupaten Bojonegoro masih terdapat anak putus sekolah sekitar 16 anak (SD), 34 anak (SMP), 41 anak (SMA) dan 31 anak (SMK). Sedangkan untuk ruang kelas dengan kondisi rusak berat, ada sekitar 113 kelas (PAUD), 299 kelas (SD), 216 kelas (SMP), 63 (SMA), 34 kelas (SMK) dan 2 kelas (SLB).
Awe kemudian membandingkan Bojonegoro dengan Kabupaten Banyuwangi yang nilai prosentase (anggaran urusan pendidikan di luar transfer daerah) paling tinggi di Jawa Timur, sebesar 22.04 persen. Padahal pada tahun 2019, nilai APBD Kabupaten Banyuwangi hanya sekitar tiga trilun rupiah. Sedangkan besaran APBD Bojonegoro mencapai 4.7 triliun rupiah atau 7.1 triliun setelah perubahan (P-APBD 2019) sehingga jadi dua kali lipat APBD Kabupaten Banyuwangi.
Dengan mengamati beberapa persoalan tersebut, Awe berharap agar meningkatkan kualitas pembangunan sektor pendidikan, melakukan pemetaan akar permasalahan sektor pendidikan serta kebutuhan prioritasnya dan tidak kalah penting adalah dukungan anggaran untuk mewujudkan pemerataan kualitas sekolah, baik tenaga pendidik mapun fasilitas sekolah, baik di desa maupun di kota.
“Apalagi Pemkab Bojonegoro akan menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk Tahun 2021, jadi persoalan itu harus jadi perhatian,” sarannya.
Dikonfirmasi terpisah, Plt Kepala Dinas Pendidikan Bojonegoro, Kuzaini, mengaku jika anggaran pendidikan tahun 2020 ini meningkat dari tahun 2019. Yakni dari Rp261 miliar, meningkat menjadi Rp354 miliar.
“Anggaran itu semuanya untuk non gaji,” ujar Kuzaini tanpa mau menjabarkan lebih detail lagi rincian anggaran untuk perbaikan sekolah.(rien)
Sumber= suarabanyuurip.com