Eps. 11 Ngobrol Tentang Paradigma dan Penerapan Lanskap Ekologi dalam Pembangunan Daerah
Admin, Published at 2021-07-10
Ini berangkat dari sebuah keresahaan. Ketika akhir-akhir ini banyak hal yang menakutkan terjadi di sekeliling kita. Diantaranya fenomena krisis iklim yang menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kehidupan di bumi. Suhu bumi makin meningkat, hingga menyebabkan orang-orang mulai merasakan cuaca gerah, panas, yang cukup ekstrim di siang hari.
Selain itu, bencana alam juga terjadi di banyak tempat di belahan bumi, termasuk Indonesia. Intensitas hujan turun sangat ekstrim, hingga mengakibatkan banjir bandang serta tanah longsor terjadi di mana-mana, yang banyak menelan korban jiwa, serta menimbulkan kerugian material maupun immaterial yang sangat besar.
Bencana alam yang banyak terjadi dewasa ini, disinyalir karena dampak pemanasan global atau perubahan iklim (climate change). Pemanasan global yg intensitasnya makin meningkat, berdampak pada perubahan suhu, curah hujan, pola angin dan berbagai efek-efek lain secara ekstrim. Kondisi cuaca pun makin sulit diprediksi, hingga berdampak buruk pada sektor pangan-pertanian. Sebab, dengan kondisi cuaca yang makin sulit diprediksi, para petani kian sulit mengkalkulasi atau mengira-ngira jenis tanaman apa yang cocok ditanam, sesuai karekteristik jenis tanaman dengan kondisi cuacanya.
Akibatnya, banyak para petani mengalami gagal panen. Tentu saja, jika kondisi ini terjadi terus-menerus, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan krisis pangan. Apalagi populasi penduduk terus meningkat sehingga kebutuhan pangan pun semakin meningkat.
Mengapa terjadi perubahan iklim? Perubahan iklim terjadi banyak disebabkan oleh aktivitas manusia yang merusak lingkungan atau ekosistem alam. Seperti penebangan hutan atau penebangan pohon yang cukup marak tanpa diimbangi upaya perbaikan secara signifikan. Atau ada upaya yang dilakukan, tetapi kapasitas atau jenis pohon yang ditanam tidak sebanding dengan kapasitas pohon yang ditebang dalam hal kemampuan penyerapan karbondioksida atau kemampuan dalam menghasilkan oksigen.
Dalam konteks daerah, misal di Kabupaten Bojonegoro, yang menurut survei terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduknya makin meningkat. Misal di Kawasan perkotaan, kepadatan penduduk makin meningkat. Sehingga kebutuhan oksigen yang dibutuhkan pun pasti meningkat. Namun, kondisi ini justru berbalik dengan kapasitas ruang terbuka hijau atau jumlah pohon yang memilki kemampuan penyerapan karbondioksida tinggi, yang makin berkurang. Kondisi ini tentu saja perlu jadi perhatian semua pihak, agar pembangunan benar-benar memperhatikan lanskap-ekologi, karena kerusakan keseimbangan alam akan sangat berdampak serius terhadap lingkungan; mulai dari tingkat kesehatan, hingga tingkat kenyamanan ataupun kebahagiaan warga serta mahluk hidup lainnya.
Apalagi saat ini di banyak negara atau daerah yang sudah memiliki awareness terhadap isu lingkungan, makin bergeliat. Pembangunan dengan konsep ramah lingkungan menjadi isu strategis dan mulai diperhatikan. Seperti upaya reforestasi atau pengembalian kelestarian hutan, perluasan dan peningkatan jumlah ruang terbuka hijau; hutan kota atau forrest garden, saat ini mulai banyak dilakukan. Banyak kalangan mulai sadar bahwa ekosistem lingkungan yang terjaga, lestari, bersih, teduh dengan udara segar dan air yang bersih, menjadi salah satu kebutuhan utama yang tidak bisa diabaikan.
Nah. PRCi Podcast episode ke-11 ini, menghadirkan Mas Usfri Raranda, seorang pegiat lingkungan, yang memiliki pembacaan yang cukup luas terkait paradigma lingkungan ataupun berkaitan dengan Landscape-ecology. Obrolan kali ini dipandu oleh Aw. Syaiful Huda sebagi Host.
Selamat mendengarkan..