Upaya Menghalau Sebaran Covid-19 di Desa

Admin, Published at 2020-03-27

Sumber: freepik.com

Bojonegoro – Angka penyebaran Coronavirus atau Covid-19 di Indonesia terus meningkat dari hari ke hari. Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Ahmad Yurianto, hingga saat ini sudah mencapai 1.046 kasus, dengan rincian 46 pasien yang sebelumnya dinyatakan positif virus Corona telah sembuh dan sebanyak 87 pasien meninggal dunia akibat virus.

Dengan angka kasus yang terus meningkat tersebut, maka pemerintah pun diminta untuk melakukan langkah-langkah yang taktis dan efektif. Apalagi, melihat potensi penyebaran Covid-19 akan lebih masif, mengingat para perantau di kota-kota besar yang saat ini berstatus zona merah, mulai mudik ke daerah-daerah dan desa asalnya. Hal ini disampaikan Peneliti Poverty Resource Center (PRC) Initiative atau disingkat PRC-Initiative, Aw Saiful Huda, pada Jumat (27/6/2020).

“Pemudik yang berasal dari daerah-daerah yang berstatus zona merah ini, bisa berpotensi jadi carrier penyebaran virus corona ke daerah dan desa-desa,” kata Aw Saiful Huda atau yang biasa dipanggil Awe ini.

Awe pun berharap, pemerintah pusat, daerah dan desa, agar cepat tanggap dengan adanya potensi penyebaran virus tersebut. Ada banyak hal yang jadi alasan mengapa sebaran Vovid-19 ini harus dicegah menyebar di desa-desa. Pertama, minimnya pengetahuan masyarakat desa terkait bahaya dan cara pencegahan Covid-19. Kedua, banyaknya masyarakat rentan di desa, yang disebabkan pola makan atau konsumsi gizi yang kurang, sehingga berpengaruh pada sistem kekebalan (imun) tubuh. Ketiga, keterbatasan sarana dan prasarana kesehatan, seperti petugas medis dan lain-lain. Selain itu juga faktor budaya di desa yang sulit untuk diterapkannya Social Distancing.

“Masyarakat desa mungkin lebih siap dengan dampak ekonomi pandemi Covid-19 ini, sebab mereka punya budaya kekeluargaan, seperti berbagi makanan dan lainnya. Tapi kalau untuk ancaman kesehatan, masyarakat desa justru paling rentan,” jelasnya.

Awe pun meminta pemerintah, utamanya pemerintah daerah dan desa, agar segera mengambil langkah-langkah antisipasi dan pencegahan. Menurutnya, diantara langkah-langkah yang perlu dilakukan; Pertama, melakukan mapping (pemetaan) data warga desa yang berada di perantauan. Data by name by address and by phone. Jika diperlukan, mereka para perantau ditelepon untuk diberi pemahaman agar sebaiknya tidak mudik dulu dan penjelasan tentang beberapa antisipasi pencegahan penyebaran Covid-19 di desanya. 

“Siapa yang menelepon mereka? Bisa Pak Kades atau keluarganya atau pihak-pihak yang diberi tugas. Tentu, di sini dibutuhkan komunikator yang baik, yang tidak melukai perasaan,” Awe menjelaskan.

Langkah kedua, kalaupun para perantau itu tetap ingin mudik, maka perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi mereka, penerapan isolasi mandiri selama 14 hari dan beberapa langkah lainnya yang terkait dengan metode dan strategi pencegahan.

“Mereka yang dikenai isolasi mandiri harus diberi penjelasan secara detail tentang apa itu isolasi mandiri? Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama masa isolasi mandiri tersebut,” imbuhnya.

Selanjutnya langkah keempat, Pemerintah desa perlu menyiapkan segala kemungkinan yang terburuk. Semisal jika sewaktu-waktu pemerintah menerapkan Lockdown. “Maka perlu dipetakan siapa saja warga yang paling rentan menerima konsekuensi kebijakan Lockdown tersebut,” pungkas Awe.

Sementara itu, peneliti kebijakan publik sektor kesehatan PRC-Initiative, Asri Kacung menambahkan, bahwa di saat merebaknya wabah seperti Covid-19 ini, perlu menemukan kembali konteks modal sosial masyarakat rural (pedesaan). 

“Untuk pencegahan penyebaran Covid-19 di desa-desa, ada tiga modal sosial hal yang perlu dioptimalkan,” ujar Asri.

Asri Kacung pun menjelaskan tiga modal sosial yang ia maksud; Pertama adalah Network, yakni jaringan sosial yang dimiliki masyarakat pedesaan sangat lekat antara tetangga. Masing-masing rumah tangga terhubung baik dengan infrastruktur sosial maupun fisik.  Namun jaringan in juga bermata dua, ia bisa bermanfaat untuk kecepatan akses informasi tapi juga bisa buruk karena agak sulit untuk penerapan physical distancing. 

“Budaya kekeluargaan di desa masih sangat kuat, dalam pencegahan virus Corona bisa positif membantu tapi juga bisa menyulitkan penerapan physical distancing,” kata Asri Kacung.

Lalu modal sosial kedua, norma sosial yang baik perlu dipertimbangkan untuk dihidupkan lagi. Menurutnya, dulu di masyarakat desa pernah ada budaya menempatkan 'kendi' di depan rumah. Sekarang budaya itu bisa diterapkan lagi untuk tujuan sarana cuci tangan. 

“Pengalaman di pedesaan Philipina. Mereka, masyarakat desa, memberikan masing-masing satu kresek kebutuhan sehari-hari di depan rumah keluarga yang membutuhkan selama proses isolasi sosial,” ceritanya.

Modal sosial yang ketiga, yakni kepercayaan (trust) yang menyangkut sistem kepercayaan pada seluruh warga masyarakat. Juga soal memberikan data yang benar dan bisa dipercaya, dengan tidak menyebarkan isu yang salah. Masyarakat juga perlu percaya pada tetangga soal sistem pelaporan, pelayanan, mitigasi selama wabah berlangsung. 

“Saya kira nantinya wilayah yang memiliki modal sosial yang bagus akan berhasil melawan COVID-19,” pungkas Asri Kacung.

Share Link: