Masyarakat Sipil Kawal Pembangunan Lewat Pemanfaatan Kanal Aduan Warga

Admin, Published at 2022-01-12

Sumber: Photo By Joko R.

Bojonegoro - Bojonegoro Institute bersama IDEA melalui Program SPEAK (Strengthening Public Services through the Empowerment of Women-Led Advocacy and Social Audit Networks) dengan dukungan pendanaan dari Uni Eropa dan Hivos, menyelenggarakan diskusi dan media briefing “Partisipasi Komunitas Perempuan dalam Rangka Pemanfaatan Kanal Aspirasi dan Pengaduan Publik di Bojonegoro” pada Rabu (12/1/2022) di Ranah Café Bojonegoro. 

Kegiatan yang bertujuan mendorong peningkatan pelayanan publik ini, melibatkan perwakilan komunitas Suara Perempuan Penggerak Komunitas, PRCi (Poverty Resource Center Initiative), BPD Perempuan, PPDI (Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia) Bojonegoro, dan beberapa jurnalis di Bojonegoro. 

Aw Syaiful Huda, Direktur Bojonegoro Institute (BI) mengatakan, pembangunan daerah perlu melibatkan partisipasi perempuan dan disabilitas, sebab selama ini akses keterlibatan perempuan dan penyandang disabilitas dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah masih sangat minim. 

Meskipun sebenarnya, mandat pelibatan partisipasi perempuan dan kelompok masyarakat rentan lainnya telah tercantum dalam berbagai regulasi, seperti UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintah, Permendagri No. 86 tahun 2017 dan lainnya.

“Menurut Permendagri No. 86 tahun 2017 ini, seluruh tahapan perencanaan pembangunan daerah, mulai dari Musrenbang desa, Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kabupaten, penyusunan Rencana Kerja perangkat daerah, musti melibatkan partisipasi publik, terutama perempuan, disabilitas dan kelompok masyarakat rentan lainnya,” tutur Awe panggilan akrabnya.

Awe menambahkan, minimnya partisipasi perempuan dan kelompok rentan dalam perencanaan pembangunan di Bojonegoro ditandai dengan, diantaranya masih sedikitnya kehadiran mereka dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan, baik di tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten. 

Ini menyebabkan upaya mewujudkan percepatan pembangunan inklusif, yakni pembangunan yang aksesible atau ramah untuk semuah kelompok masyarakat, terlebih bagi kelompok masyarakat rentan, belum dapat berjalan maksimal, sehingga kesenjangan sosial berbasis gender masih terjadi dalam beberapa sektor pembangunan.

Misalnya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan, rata-rata lama sekolah perempuan di Bojonegoro masih berada di 6,80 tahun, sedangkan rata-rata lama sekolah laki-laki sudah mencapai di 7,82 tahun. Begitu pula dari dimensi ekonomi yang dilihat dari rata-rata pengeluaran perempuan di Bojonegoro tahun 2020 hanya sekitar Rp 8,5 juta per orang per tahun, sementara rata-rata pengeluaran laki-laki sudah mencapai Rp 14,9 juta per orang per tahun. 

“Rata-rata lama sekolah perempuan di Bojonegoro sekitar 6,51 tahun, masih di bawah laki-laki. Tingkat pendidikan dan pengetahuan perempuan yang masih tertinggal dibandingkan laki-dan berdampak pada banyak hal, termasuk dalam pengambilan keputusan dan inisiatif pada proses perencanaan pembangunan,” jelasnya.

Pegiat komunitas Suara Perempuan Penggerak Komunitas (SPeAK), Nita Puji menambahkan, selain berpartisipasi hadir dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah, diantaranya melalui forum Musyawarah Desa (Musdes), Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), kelompok perempuan dan penyandang disabilitas di Bojonegoro juga perlu memanfaatkan kanal-kanal aspirasi dan pengaduan publik yang telah tersedia.

Nita, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa di Bojonegoro sebenarnya sudah ada berbagai media atau kanal aspirasi dan pengaduan publik, baik dalam bentuk ‘Online’ maupun ‘Offline’. Kanal aspirasi dan pengaduan publik secara Online, diantaranya kanal LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat), SMS Malowopati dan lainnya. Sedangkan kanal aspirasi dan pengaduan dalam bentuk Offline, diantaranya Forum Musrenbang Khusus Perempuan, Sambang Desa dan Cangkrukan bareng Buk’e.

“Media maupun kanal aduan warga yang sudah dibangun dengan susah payah tersebut, jika tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya maka mubazir adanya, bukan?” ujar Nita.

Nita pun berharap agar Pemerintah Kabupaten Bojonegoro merespon dan menindaklanjuti semua aspirasi dan pengaduan publik yang sudah tersampaikan melalui berbagai kanal tersebut. Di samping itu juga ditunjang pengelola yang memiliki kapasitas mumpuni, responsif, serta alur komunikasi yang interaktif.

Sementara itu, Lilis Aprilliati, Budget Advocacy Officer Program SPEAK, mengungkapkan bahwa IDEA bersama Bojonegoro Institute yang didukung Hivos dan Uni Eropa, selama ini telah melakukan berbagai bentuk kegiatan untuk mendorong peningkatan kapasitas, edukasi, pendampingan dan pemanfaatan kanal aspirasi dan pengaduan publik di Bojonegoro oleh komunitas perempuan dan disabilitas.

Perempuan mantan aktivis KOPRI (Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Putri) ini juga menjelaskan, melalui dukungan program SPEAK, komunitas perempuan dan disabilitas di Bojonegoro juga telah melakukan uji akses terhadap efektifitas penggunaan kanal aduan tersebut. Dari 19 aduan yang telah dikirimkan oleh komunitas warga melalui kanal LAPOR hanya satu aduan yang tidak tertanggapi. 

Hal ini menunjukkan 95% aduan yang dikirimkan mendapatkan respon, sehingga penting bagi warga terutama kelompok perempuan dan disabilitas untuk memanfaatkan kanal tersebut.” jelas Lilis.

Lilis pun mengajak warga terutama kelompok perempuan dan disabilitas untuk dapat memanfaatkan kanal aduan yang telah disediakan oleh Pemerintah Bojonegoro untuk memastikan program yang dijalankan pemerintah sesuai dan bermanfaat bagi kebutuhan warga, terutama bagi kaum perempuan dan disabilitas.

“Program SPEAK telah melakukan sosialisasi dan edukasi tentang cara membuat akun LAPOR, cara penulisan dan argumentasi dalam membuat usulan maupun pengaduan melalui kanal-kanal yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro,” tutur Lilis, panggilannya.
 

Share Link: