SiLPA Bojonegoro 2019 Tertinggi Se-Indonesia, Tahun Ini Tembus Rp2,3 Triliun

Admin, Published at 2020-10-30

Bojonegoro - Tingginya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) APBD Bojonegoro, Jawa Timur, tahun 2020 yang mencapai Rp 2,3 triliun, menjadi sorotan. Kondisi ini tidak hanya terjadi tahun 2020 ini. Pada tahun 2019 kemarin, nilainya tertinggi se Indonesia.

Direktur Bojonegoro Institute, Aw Saiful Huda, mengatakan Bojonegoro termasuk daerah yang dikaruniai sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi (Migas) yang melimpah. Lebih dari seperempat produksi migas nasional dari daerah ini. Dari potensi sumber daya alam migas yang dimilikinya, menjadikan nilai pendapatan dan belanja daerah naik signifikan. Pada tahun 2020, APBD Kabupaten Bojonegoro sebesar Rp 6.4 triliun rupiah.

“Nilai (APBD 2020) ini berarti 15 kali lipat nilai APBD sebelum ada eksploitasi Lapangan Migas Banyuurip, Blok Cepu. Dimana waktu itu, APBD 2005 baru sekitar 411 milyar rupiah,” ungkap Aw Saiful Huda, Direktur Bojonegoro Institute kepada suarabanyuurip.com, Jumat (23/10/2020).

Menurut Awe, sapaan akrabnya, kekayaan migas ini berkah yang luar biasa, tetapi sifatnya unrenewable atau tidak bisa diperbarui dan pasti akan habis. Sehingga harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Apalagi semenjak adanya produksi migas, terutama di Lapangangan Banyuurip, Blok Cepu, tingkat pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bojonegoro selalu naik. Bahkan semenjak tahun 2018 hingga sekarang, APBD Kabupaten Bojonegoro selalu berada di peringkat ke-2 di Jawa Timur.

“Tahun 2020, nilai belanja daerah kita sekitar 6 triliun rupiah, menempati peringkat kedua di Jatim,” ujarnya.

Hanya saja, menurut pria yang juga Peneliti Poverty Resource Center Initiative (PRCI) ini, besarnya kemampuan belanja Kabupaten Bojonegoro ini belum dimaksimalkan untuk percepatan pembangunan di daerah. Bahkan berdasarkan data SiLPA yang dipublikasikan DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan) Kementrian Keuanga Per 8 Juli 2020, nilai Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 tertinggi nomer satu di Indonesia.

“Tahun 2019 kemarin, berdasarkan data DJPK Kemenkeu, nilai SiLPA Kabupaten Bojonegoro tertinggi nomer satu di Indonesia,” bebernya.

Berdasarkan data DJPK Kemenkeu Per 8 Juli 2020, SiLPA 2019 tertinggi di Indonesia adalah Kabupaten Bojonegoro sekitar Rp 2,3 trilun, diurutan kedua Surabaya sekitar Rp 1,2 trilun, Kota Palu Rp 997 miliar, dan diperingkat keempat Kabupaten Bogor Rp 916 miliar.

Dengan tingginya nilai SiLPA Bojonegoro ini, lanjut Aw, selain dapat sanksi dari pemerintah, tentu saja tingginya SiLPA ini menunjukkan ada beberapa permasalahan dari berbagai aspek pembangunan, mulai dari perencanaan dan penganggran yang kurang baik, kurang presisi, hingga pada aspek pelaksanaan program kegiatan pembangunan.

“Tentu saja tingginya SiLPA tahun 2020 yang diperkirakan juga akan mencapai 2 triliun lebih ini bisa diklaim gara-gara ada Pandemi Covid-19, tetapi SiLPA tahun 2019 lalu sebelum ada pandemi pun sangat tinggi,” ujarnya.

Padahal menurut Awe, banyak permasalahan yang patut diperhatikan dan dilakukan percepatan pembangunan. Misalnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bojonegoro hingga saat ini masih berada diperingkat 26 dari 38 kabupaten dan kota di Jatim. Ini artinya, jika nilai IPM masih rendah, berarti ada dimensi ekonomi, kesehatan dan pendidikan yang harus ditingkatkan kualitasnya. Berdasarkan tren pertumbuhan ekonomi tanpa migas, nilai pertumbuhan Kabupaten Bojonegoro tanpa migas juga cenderung turun, dari 5.64 persen (2018) turun jadi 5.29 persen (2019).

“Kemampuan daya beli masyarakat Bojonegoro saat ini masih sangat rendah, peringkat ke-28 di Jatim. Kedepan, belanja sektor ekonomi perlu ditingkatkan lagi," tegasnya.

Oleh karenanya, SiLPA Kabupaten Bojonegoro 2020 yang diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun tentu saja patut dipertanyakan, karena pada sisi yang lain, permasalahan masyarakat Bojonegoro saat ini justru sangat kompleks semenjak pandemi Covid-19. Beberapa sektor usaha dan ketenagakerjaan terkena dampak pandemi, ada permasalahan kelangkaan pupuk yang dihadapi petani. Begitu juga di dunia pendidikan, ada permaslahan dalam pembelajaran daring yang dihadapi orang tua dan siswa, seperti kebutuhan biaya internet, perangkat teknologi dan lain sebagainya.

“Dengan melihat permasalahan tingginya SiLPA ini, maka saya berharap ke depan harus ada upaya dari pemerintah daerah untuk mengoptimalkan besarnya tingkat pendapatan dan belanja daerah, melalui peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran daerah hingga pelaksanaan program kegiatan pembangunan yang presisi,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Demokrat, Mochlasin Afan menyampaikan tingginya SiLPA 2020 yang mencapai Rp2,3 triliun ini disebabkan ketidakmampuan eksekutif dalam penyerapan anggaran. Sebab ada beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) jauh-jauh hari sudah menyatakan tidak dapat merealisasikan program dengan alasan waktunya mepet dan dimasukan menjadi SiLPA.

"Artinya eksekutif hanya mampu menyerap anggaran sebesar 60 persen," ucap Afan, panggilan akrabnya.

Menurut Afan, seharusnya eksekutif memiliki komitmen untuk melakukan penyerapan anggaran agar tidak terjadi SiLPA tinggi. Karena APBD Perubahan tahun 2020 sudah disahkan bulan September agar OPD dapat maksimal dalam penyerapan anggaran.

"Meskipun adanya refokusing dan realokasi anggaran untuk Covid-19, harusnya SiLPA tidak sampai tinggi seperti ini," pungkasnya.

Dikonfrontir terpisah, Ketua Tim Anggaran Pemkab Bojonegoro, Nurul Azizah menyampaikan SiLPA 2020 tinggi karena ada kewajiban pemkab merefocusing anggaran. Yakni relokasi anggaran Covid-19 sesuai surat keputusan bersama (SKB) 2 menteri sebsar Rp 1,3 triliun  dan tidak semua terserap, efisiensi anggaran perjalanan dinas dan rapat serta program lain karena pandemi Covid-19. 

"Selain itu ada pemasukan dari kurang salur DBH Migas dan pemasukan dividen BUMD ADS setelah penetapan APBD 2020," jelas Sekretaris Daerah Bojonegoro ini.(suko)

Sumber: Suarabanyuurip.com

Share Link: